Rabu, 17 Oktober 2012

KARYA ILMIAH : NARKOTIKA ‘JEMBATAN PENGHANCUR’ GENERASI MUDA

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dengan bertambahnya abad, negara Indonesia sudah menjadi negara yang sedang berkembang menuju negara yang modern atau negara maju. Teknologi-teknologi semakin mudah didapatkan dan setiap tahunnya semakin cangih. Dari situlah kenakalan remaja mulai timbul. Kenakalan remaja saat ini semakin dirasa telah meresahkan masyarakat. Banyak remaja-remaja yang terjerumus dalam pergaulan yang melenceng dari norma-norma yang berlaku di Indonesia, seperti mencuri, mabuk-mabukan, pergaulan bebas, hingga mengkonsumsi narkotika.
Di Indonesia, para pencandu narkotika pada umumnya berusia antara 11 sampai 24 tahun. Artinya usia tersebut ialah usia produktif atau usia remaja. Pada awalnya, remaja yang mengkonsumsi narkotika biasanya diawali dengan perkenalannya dengan rokok. Karena kebiasaan merokok ini sepertinya sudah menjadi hal yang wajar di kalangan remaja. Dari kebiasaan inilah pergaulan terus meningkat, apalagi ketika remaja sudah bergabung ke dalam lingkungan orang-orang yang menjadi pencandu narkotika. Awalnya mencoba, lalu kemudian mengalami ketergantungan.
Masalah tersebut sudah menjadi masalah yang semakin sulit untuk ditanggulangi dan dihindari. Kenakalan remaja tidak begitu saja timbul dengan sendirinya, akan tetapi masalah itu timbul karena kurangnya pendidikan agama di sekolah atau kurangnya sosialisasi mengenai masalah-masalah tersebut, lingkungan pergaulan atau teman-teman sekolah, bahkan bisa juga karena kurangnya perhatian dari orang tua. Tidak dapat dipungkiri bahwa narkotika merupakan wabah paling berbahaya yang menjangkiti manusia di seluruh pelosok bumi.

B.     Batasan Masalah
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masalah yang dihadapi remaja sekarang ini banyak sekali, tetapi saya di sini hanya membahas tentang kenakalan remaja dalam kaitannya dengan narkotika.
C.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, peneliti mengambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Faktor apa yang menyebabkan penyalahgunaan narkotika dikalangan remaja?
2.      Jenis narkotika dan bahaya bagi manusia?
3.      Upaya pencegahan peredaran narkotika di Indonesia?
D.    Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, terdapat beberapa tujuan masalah sebagai berikut:
1.      Mengetahui faktor penyebab penyalahgunaan narkotika dikalangan remaja.
2.      Mengetahui jenis-jenis narkotika dan bahaya bagi manusia.
3.      Mengetahui upaya pencegahan peredaran narkotika di Indonesia.
E.     Manfaat Penelitian
Manfaat dari penulisan karya ilmiah ini adalah:
1.      Remaja dapat mengetahui bahaya penggunaan narkotika.
2.      Menghimbau kepada para orang tua agar mengawasi pergaulan putra-putrinya.
3.      Memberi pengertian kepada para remaja untuk tidak menyentuh atau memakai narkotika.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Narkotika
Secara umum yang dimaksud dengan narkotika adalah jenis zat yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi orang-orang yang menggunakannya.
Istilah narkotika yang dipergunakan di sini bukanlah “narcotics” pada farmacologie (farmasi), melainkan sama artinya dengan “drug” yaitu jenis zat yang apabila dipergunakan akan membawa efek dan pengaruh-pengaruh tertentu pada tubuh si pemakai (Dirdjosisworo, 1976:14).
            Sehubung dengan pengertian narkotika, menurut Prof. Sudarto, S.H., dalam bukunya Kapita Selekta Hukum Pidana mengatakan, “Narkotika berasal dari bahasa Yunani “Narke” yang berarti terbius, sehingga tidak merasa apa-apa” (Prakoso, dkk., 1987:480).
Menurut Smith Kline dan Frech Clinical Staff mendefinisikan narkotika adalah zat-zat atau obat yang dapat mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan dikarnakan zat-zat tersebut bekerja mempengaruhi susunan syaraf sentral (Prakoso, dkk., 1987:481).
Sedangkan menurut Vordoovende Middelan Ordonantie Staatblad 1972 No.278 jo. Nomor 536 yang telah diubah dan ditambah, yang dikenal sebagai undang-undang obat bius narkotika adalah bahan-bahan yang mempunyai efek kerja pembiusan atau dapat menurunkan kesadaran. Disamping menurunkan kesadaran juga menimbulkan gejala-gejala fisik dan mental lainnya apabila dipakai terus menerus dan liar dengan akibat antara lain terjadinya ketergantugan pada bahan-bahan tersebut (Makarau dan Moh. Taufik, dkk., 2003:19).


BAB III
PEMBAHASAN
A.    Faktor Penyebab Penyalahgunaan Narkotika
Terdapat berbagai faktor yang sangat kompleks terhadap penyebab penyalahgunaan narkotika:
1.      Faktor Individual
Pada saat menginjak usia puber, para remaja sedang mengalami perubahan biologis, psikologis, dan sosial yang pesat. Adapun ciri-ciri remaja yang mempunyai resiko lebih besar menggunakan narkotika antara lain:
a.       Cenderung memberontak.
b.      Memiliki gangguan jiwa lain, misalnya: depresi, cemas.
c.       Perilaku yang memyimpang dari aturan atau norma.
d.      Mudah kecewa, agresif, dan destruktif.
e.       Mudah merasa bosan, murung, pemalu, dan pendiam.
f.       Keinginan untuk bersenang-senang yang berlebihan.
g.      Identitas diri hilang.
h.      Kemampuan komunikasi yang rendah.
i.        Putus sekolah.
j.        Kurang menghayati iman dan kepercayaan.
2.      Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan meliputi lingkungan keluarga dan lingkungan pergaulan, baik di sekolah, teman sebaya maupun masyarakat.
Lingkungan Keluarga:
a.       Komunikasi orang tua dan anak kurang baik.
b.      Hubungan kurang harmonis.
c.       Orang tua yang bercerai atau menikah lagi.
d.      Orang tua terlampau sibuk dan acuh.
e.       Orang tua otoriter.
f.       Tidak adanya orang yang menjadi teladan dalam hidupnya.
g.      Kurangnya kehidupan beragama.
Lingkungan Sekolah:
a.       Sekolah yang kurang disiplin.
b.      Sekolah terletak dekat tempat hiburan.
c.       Sekolah yang kurang memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan diri secara kreatif dan positif.
d.      Adanya murit pengguna NAPZA (Narkotika Alkohol Psikotropika dan Zat Adiktif).
Lingkungan Teman Sebaya:
a.       Berteman dengan penyalahguna.
b.      Tekanan atau ancaman dari teman.
Lingkungan Masyarakat:
a.       Lemahnya penegak hukum.
b.      Situasi politik, sosial dan ekonomi yang kurang mendukung.
B.     Jenis Narkotika dan Bahayanya Bagi Tubuh
Narkotika tidak hanya terdapat satu jenis saja, melainkan terdapat beberapa jenis serta bahaya-bahaya disetiap jenisnya. Berikut ini jenis-jenis narkoba:
1.      Opium
Opium adalah jenis narkotika yang paling berbahaya. Dikonsumsi dengan cara ditelan langsung atau diminum bersama teh, kopi atau dihisap bersama rokok atau syisya (rokok ala Timur Tengah). Pada mulanya, pengonsumsi opium akan merasa segar bugar dan mampu berimajinasi dan berbicara, namun hal ini tidak bertahan lama. Tak lama kemudian kondisi kejiwaannya akan mengalami gangguan dan berakhir dengan tidur pulas, bahkan koma. Jika seseorang ketagihan, maka opium akan menjadi bagian dari hidupnya. Tubuhnya tidak akan mampu lagi menjalankan fungsi-fungsinya tanpa mengonsumsi opium dalam dosis yang biasanya. Dia akan merasakan sakit yang luar biasa jika tidak bisa memperolehnya. Kesehatannya akan menurun drastis. Otot-otot akan layu, ingatannya melemah dan nafsu makannya menurun.
2.      Morphine
Orang yang mengonsumsi morphine akan merasakan keringanan dan kebugaran yang berkembang menjadi hasrat kuat untuk terus mengonsumsinya. Dari sini, dosis pemakaian pun terus ditambah untuk memperoleh kenikmatan yang sama. Kecanduan bahan narkotika ini akan menyebabkan pendarahan hidung (mimisan) dan muntah berulang-ulang, juga akan mengalami kelemahan seluruh tubuh, gangguan memahami sesuatu. Penambahan dosis akan menimbulkan frustasi pada pusat pernafasan dan penurunan tekanan darah. Kondisi ini bisa menyebabkan koma yang berujung pada kematian.
3.      Heroin
Bahan narkotika ini berbentuk bubuk kristal berwarna putih yang dihasilkan dari penyulingan morphine. Heroin merupakan bahan narkotika yang paling mahal harganya. Paling kuat dalam menciptakan ketagihan (ketergantungan) dan paling berbahaya bagi kesehatan secara umum. Penikmatnya mula-mula akan merasa segar, ringan dan ceria. Dia akan mengalami ketagihan seiring dengan konsumsi secara berulang-ulang. Keinginannya hanya satu, memperoleh dosis yang lebih banyak untuk melepaskan diri dari rasa sakit yang tak tertahankan dan pengerasan otot akibat penghentian pemakaian. Pecandu heroin lambat laun akan mengalami kelemahan fisik yang cukup parah, kehilangan nafsu makan, insomnia (tidak bisa tidur) dan terus dihantui mimpi buruk. Selain itu, para pecandu heroin juga menghadapi sejumlah masalah seksual, seperti impotensi dan lemah syahwat.
4.      Codeine
Codeine mengandung opium dalam kadar yang sedikit. Senyawa ini digunakan dalam pembuatan obat batuk dan pereda sakit (nyeri). Perusahaan-perusahaan farmasi telah bertekat mengurangi penggunaan codeine pada obat batuk dan obat-obat pereda nyeri. Codeine bisa menimbulkan kecanduan.
5.      Kokain
Kokain disuling dari tumbuhan koka yang tumbuh dan berkembang di pegunungan Indis di Amerika Selatan (Latin) sejak 100 tahun silam. Kokain dikonsumsi dengan cara dihirup, sehingga terserap ke dalam selaput-selaput lendir hidung kemudian langsung menuju darah. Karena itu, penciuman kokain berkali-kali bisa menyebabkan pemborokan pada selaput lendir hidung, bahkan terkadang bisa menyebabkan tembusnya dinding antara kedua cuping hidung. Pemakaian kokain dalam jangka pendek mendatangkan perasaan riang gembira dan segar bugar. Namun beberapa waktu kemudian muncul perasaan gelisah dan takut, hingga halusinasi.
6.      Amfitamine
Obat ini ditemukan pada tahun 1880. Namun, fakta medis membuktikan bahwa penggunaannya dalam jangka waktu lama bisa mengakibatkan risiko ketagihan. Pengguna obat adiktif ini merasakan suatu ekstase dan kegairahan, tidak mengantuk, dan memperoleh energi besar selama beberapa jam. Namun setelah itu, ia tampak lesu disertai stres dan ketidakmampuan berkonsentrasi, atau perasaan kecewa sehingga mendorongnya untuk melakukan tindak kekerasan dan kebrutalan.
Kecanduan obat adiktif ini juga menyebabkan degup jantung mengencang dan ketidakmampuan berelaksasi, ditambah lemah seksual. Bahkan dalam beberapa kasus menimbulkan perilaku seks menyimpang. Obat ini banyak dikonsumsi oleh para siswa selama musim ujian, padahal prosedur penggunaannya sebenarnya sangat ketat dan hati-hati.
7.      Ganja
Ganja memiliki sebutan yang jumlahnya mencapai lebih dari 350 nama, sesuai dengan kawasan penanaman dan konsumsinya, antara lain; mariyuana, hashish, dan hemp. Adapun zat terpenting yang terkandung dalam ganja adalah zat trihidrocaniponal (THC).

C.     Upaya Pencegahan Peredaran Narkotika
Berbagai cara telah dilakukan oleh pemerintah untuk mencegah peredaran narkotika. Adapun caranya antara lain sebagai berikut:
1.      Mengadakan pengawasan yang ketat terhadap barang-barang yang masuk ke Indonesia.
2.      Memberikan hukuman yang berat terhadap pengedar dan pemakai narkoba.
3.      Melakukan kerja sama dengan pihak yang berwenang untuk melakukan penyuluhan tentang bahaya narkoba, atau mungkin mengadakan razia mendadak secara rutin.
4.      Pihak sekolah harus melakukan pengawasan yang ketat terhadap gerak gerik anak didiknya, karena biasanya penyebaran (transaksi) narkoba sering terjadi di sekitar lingkungan sekolah.
5.      Yang tak kalah penting adalah pendidikan moral dan keagamaan harus lebih ditekankan kepada siswa.
6.      Pendampingan dari orang tua sendiri dengan memberikan perhatian dan kasih sayang.
7.      Meningkatkan peran keluarga melalui perwujudan keluarga sakinah, sebab peran keluarga sangat besar terhadap pembinaan diri seseorang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak nakal dan brandal pada umumnya adalah berasal dari keluarga yang berantakan (broken home).
8.      Meningkatkan peran orang tua dalam mencegah Narkoba, di Rumah oleh Ayah dan Ibu, di Sekolah oleh Guru/Dosen dan di masyarakat oleh tokoh agama dan tokoh masyarakat serta aparat penegak hukum.

BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari paparan di atas ditarik kesimpulan:
1.      Faktor penyebab penyalahgunaan narkotika terdiri atas faktor individual dan faktor lingkungan.
2.      Terdapat tujuh jenis narkotika diantaranya: opium, morphine, heroin, codeine, kokain, amfitamine, dan ganja.
3.      Upaya pencegahan peredaaran narkotika dapat dilakukan oleh pemerintah, pihak yang berwenang, pihak sekolah, orang tua dan memberikan pendidikan moral dan keagamaan kepada remaja.
B.     Saran
Berdasarkan karya ilmiah ini ada beberapa hal yang penting untuk dijadikan bahan pertimbangan dan saran:
1.      Mengajarkan kepada para remaja pendidikan moral dan keagamaan, serta memberikan pengawasan terhadap pergaulan mereka.
2.      Pemberikan tindakkan pidana kepada pengedar narkotika.


DAFTAR RUJUKAN
Dirdjosisworo, Soedjono. 1976. Segi Hukum Tentang Narkotika di Indonesia.
       Bandung: Karya Nusantara.
Moh. Taufik, Makarao, dkk. 2003. Tindak Pidana Narkoba. Jakarta: Ghalia
       Indonesia.
Prakoso, Djoko, dkk. 1987. Kejahatan-kejahatan yang Merugikan dan
       Membahayakan Negara. Jakarta: Bina Aksara.
Suteja, M. 2011. Contoh Lengkap Karya Ilmiah Tentang Bahayanya Narkoba,
       (online), (http://tejahtc.blogspot.com/2011/02/contoh-karya-ilmiah-tentang-bahayanya.html, diakses 12 Desember 2011).


HUBUNGAN FILSAFAT DAN SASTRA

HUBUNGAN FILSAFAT DAN SASTRA

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dewasa ini banyak permasalahan yang menyulitkan dalam penafsiran suatu karya sastra, kadang kala seseorang berpikir bahwasannya karya tersebut membahas filsafat begitupun sebaliknya, tanpa mengetahui prihal yang mendasari dari penciptaan karya filsafat ataupun karya sastra. 
Demi pancapaian suatu pemahaman terhadap permasalahan diatas, sebagai mahasiswa bahasa dan sastra kami terus menulusuri seluruh aspek yang berkenaan dengan filsafat sebagai sumber pemikiran dasar dan kesusastraan sebagai pruduksi aktif yang diharapkan.
Berangkat dari hal tersebut kami mencoba membuat suatu pembahasan yang menjelaskan teori dasar Filsafat, teori dasar Sastra dan hubungan antara keduanya. berdasarkan pendapat dan bukti aktual dari para ahli dibidangnya, dengan merumuskan permasalahan sebagaimana di bawah ini.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, dapat mengambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.    Bagaimana hakikat filsafat?
2.    Bagaimana hakikat sastra?
3.    Bagaimana hubungan filsafat dan sastra?
C.    Tujuan Masalah
1.    Untuk mengetahui hakikat filsafat.
2.    Untuk mengetahui hakikat sastra.
3.    Untuk mengetahui hubungan filsafat dan sastra.


BAB II
PEMBAHASAN
A.      Hakikat Filsafat
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata, yakni philos, philia, philien yang artinya senang, teman dan cinta. Sedangkan sophos, sophia dan sophien yang artinya kebenaran, keadilan, dan bijaksana  atau kebijaksanaan. Pengertian filsafat secara etimologis dapat disimpulkan adalah cinta kebenaran atau cinta kebijaksanaan/kearifan.
Kata filsafat juga berasal dari bahasa Arab yaitu falsafah. Sedangkan dari bahasa Inggris yaitu philosophy. Selain itu kata filsafat juga berasal dari bahasa Indonesia yaitu filsafat (kata sifat filsafati) atau filosofi (kata sifat filosofis).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998:277), filsafat dapat didefinisikan sebagai berikut:
1.         Pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya.
2.         Teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan.
3.         Ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistimologi.
4.         Falsafah.
Selain definisi KBBI, berikut ini diturunkan lima definisi filsafat sebagaimana yang dihimpun oleh Titus, dkk., (1979). Kelima definisi ini menunjukan ragam pemahaman manusia dan pengunaan terhadap (kata) filsafat.
1.    Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis.
2.    Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat kita junjung tinggi.
3.    Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
4.    Filsafat adalah sebagian analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep.
5.    Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsung mendapat perhatian dari manusia dan yang di carikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa filsafat adalah sekumpulan sikap, pemikiran, dan kepercayaan terhadap problema-problema yang berlangsung dalam masyarakat .
B.       Hakikat Sastra
Sastra sangat berkait dengan istilah ‘filologi’. Filologi sebagai kajian budaya mencakup sastra, bahasa, seni, politik, agama, dan adat istiadat. Satra boleh juga disebut bagian dari filologi. Sastra sering dikatakan sebagai ‘tulisan yang indah’, juga dikatakan sebagai ‘pembentuk budi pekerti’. Perkataan ini banyak mengacu pada Horace, yakni dulce et utile yang memberikan penegasan bahwa sastra sebagai karya yang indah dan bermanfaat bagi pembaca. Masyarakat yang melakukan pembacaan terhadap karya sastra akan mendapatkan kesenangan dari tulisan yang indah dan mengharukan, juga mendapatkan pengetahuan-pengetahuan yang tidak pernah disadari keberadaannya di sekeliling.
Sastra memang hasil kreativitas pengarang yang mencermati realitas, namun untuk memahaminya dibutuhkan ilmu mengenai sastra itu sendiri. Sastra tidak hanya menampilkan rekaan untuk menghibur, melainkan ada sisi ‘tanda’ yang terwujud di dalamnya. Tanda itu terkait dengan gejala sosial yang secara sadar ataupun tidak sadar mewujud pada teks sastra. Satra sebagai hasil kreativitas merepresentasikan ‘gejala sosial’ yang dicermati oleh sastrawan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Hakikat karya sastra yang menampilkan sisi universal sekaligus khusus merupakan perkembangan dari konsep pemahaman terhadap sastra itu sendiri. Sastra yang terus mengalami perubahan menjadikan teori-teori yang pernah dituliskan pada masa dulu menuntut untuk terus diperbaharui. Hanya saja, teori-teori yang agung dan diungkapkan dengan kecermatan masih dipertahankan karena adanya keselarsan dengan zaman. Hakikat karya sastra yang terus mengalami perubahan perlu dicermati pada keterhubungan antarilmu sastra. Hubungan antarilmu tersebut merupakan pengetahuan untuk memasuki dunia sastra yang penuh dengan tanda. Untuk memahami hakikat karya sastra, perlu terlebih dahulu memahami cabang-cabang ilmu sastra dan hubungannya sebagai elemen yang saling mengisi dan mentransformasikan sisi-sisi sastra yang terus mengalami perubahan.
Cabang-cabang ilmu sastra itu diantaranya adalah sejarah sastra, kritik sastra, dan teori sastra. Sulit membicarakan satu dan melepaskan yang dua. Ketiganya merupakan satu jalinan. Jelas bahwa sulit memisahkan antara teori sastra dari kritik dan sejarah sastra, maupun sebaliknya. Teori sastra tak mungkin dapat disusun tanpa kritik dan sejarah sastra. Kriteria, kategori, skema (teori sasta) tak mungkin dibuat tanpa pijakan studi karya sastra (kritik dan sejarah sastra). Sebaliknya, tak mungkin ada kritik sastra dan sejarah sastra tanpa sistem pemikiran dan generalisasi (teori sastra). Teori dan praktik selalu mempengaruhi.
Sastra tidak dapat dilepaskan dari unsur pengarang., masyarakat, dan pembaca. Karya sastra ditulis oleh seorang pengarang. Karya sastra dapat pula merupakan potret kehidupan masyarakat. Karya sastra ditulis tentu untuk diapresiasi pembaca. Sebagai pribadi, pengarang adalah seorang warga masyarakat yang tentunya mempunyai pendapat tentang masalah-masalah politik dan sosial yang penting, serta mengikuti isu-isu zamannya (Wellek dan Austin, 1989: 114). Sebagai warga masyarakat, pengarang cenderung berusaha menyuarakan aspirasi masyarakat dalam karya-karyanya. Oleh karena itu, membicarakan karya sastra sesungguhnya tidak terlepas dari masyarakat. Seni dapat dikaitkan dengan biografi, psikologi, filsafat, maupun masyarakat. Karya seni dapat diteliti melalui biografi pengarang, psikologi yang dianut pengarang, filsafat yang mempengaruhi karya sastra, maupun masyarakat atau dunia tempat pengarang berada.
C.      Hubungan Filsafat dan Sastra
Hubungan sastra dan filsafat laksana dua sisi mata uang; permukaan yang satu tidak dapat dipisahkan dari permukaan yang lainnya, bersifat komplementer, saling melengkapi. Masalahnya, karya sastra membicarakan dunia manusia. Demikian juga filsafat, betapapun penekanannya pada usaha untuk mempertanyakan hakikat dan keberadaaan manusia, sumbernya tetap bermuara pada manusia sebagai objeknya.
Secara asasi, baik karya sastra maupun filsafat, sebenarnya merupakan refleksi pengarang atas keberadaan manusia. Hanya, jika karya sastra merupakan refleksi evaluatif, maka filsafat merupakan refleksi kritis. Apa yang diungkapkan filsafat adalah catatan kritis yang awal dan akhirnya ditandai dengan pertanyaan radikal yang menyangkut hakikat dan keberadaan manusia. Itulah, di antaranya, yang membedakan karya sastra dan filsafat.
Masalah hubungan sastra dan filsafat sesungguhnya bukanlah masalah baru. Sejak manusia mengenal cerita-cerita mitologis, sejak iu pula sesungguhnya hubungan sastra dengan filsafat  dalam pengertian yang lebih luas sulit dipisahkan. Seperti halnya cerita klasik semacam Mahabharata, Ramayana, karya sastra atau karya filsafat; karya filsafat yang disuguhkan dalam bentuk karya sastra dan  karya sastra yang berisi ajaran-ajaran filsafat.
Dalam khazanah sastra Indonesia, meski karya-karyanya belum dapat disejajar-kan dengan mitologi-mitologi tersebut, nama-nama Nuruddin Ar-Raniri, Syamsuddin As-Samatrani, dan Syekh Siti Jenar (Syekh Lemah Abang), dikenal sebagai tokoh sufi yang ajaran tasawufnya (filsafat) disampaikan lewat puisi-puisi atau cerita-cerita simbolik. Munculnya istilah sastra sufi beberapa waktu lalu, juga sebenarnya bersumber dan mengacu pada karya-karya tokoh tasawuf itu.
Jika kita menarik karya-karya mereka jauh ke belakang, maka kita juga akan menemukan begitu banyak ajaran tasawuf (filsafat islam) yang justru disampaikan dalam bentuk karya sastra. Sebut saja misalnya, karya Rabiah al-Adawiyah, penyair sufi wanita yang konon wafat tahun 752 (?), Al-Hallaj (828-921), Ibn Thufail (1106-1185) atau Sa’di Jalaluddin Rumi (1207-1270).
Tentulah kita masih dapat menyebut sejumlah karya sastra lainnya yang secara tematik memperlihatkan gagasan filsafat tertentu yang dianut atau yang sengaja disodorkan pengarangnya. Hal tersebut tidak hanya mempertegas, betapa sastra dan filsafat begitu erat hubungannya, tetapi juga tidak sedikit filsuf yang secara sadar menyam-paikan gagasan filsafatnya dengan mengemasnya ke dalam bentuk karya sastra.
Sungguhpun demikian, harus diakui pula, bahwa di antara karya-karya sastra yang sejenis itu, ada yang cenderung lebih berat ke filsafat daripada ke karya sastranya, atau sebaliknya, atau juga kedua-duanya. Dalam kesusastraan Indonesia modern, karya yang semacam ini kita temukan pada novel-novel Danarto (Godlob), Budi Darma (Rafilus) atau Kuntowijoyo (Khotbah di atas Bukit).
Dalam konteks itu, perlu diingatkan bahwa gagasan filsafat yang dibungkus ke dalam kemasan sastra, tetaplah mesti ditempatkan sebagai karya sastra. Artinya, bahwa karya itu tidak dapat begitu saja meninggalkan konvensi kesastraannya. Gagasan filsafat yang terkandung dalam karya itu seyogianya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari unsur-unsur kesastraan lainnya. Dengan demikian, gagasan filsafat itu akan lebur menjadi salah satu unsur yang justru ikut membangun nilai-nilai estetika karya bersangkutan.
Kecenderungan sastrawan yang terbawa oleh hasrat besarnya untuk berfilsafat dan mengabaikan nilai estetika kesastraan, akan tergelincir jatuh pada karya yang lebih dekat ke karya filsafat daripada ke karya sastra. Akibatnya, karya itu akan kehilangan daya tarik dan gregetnya sebagai karya sastra, karena ia lebih mementingkan gagasan filsafatnya daripada nilai estetiknya. Karya Sutan Takdir Alisjahbana, Grotta Azzura, misalnya, merupakan contoh betapa karya itu menjadi kurang menarik karena Alisjhbana lebih menekankan dialog-dialog panjang mengenai filsafat daripada kepaduan unsur-unsur novel itu sebagai kesatuan estetik. Dengan demikian karya itu boleh jadi lebih tepat ditempatkan sebagai karya filsafat daripada karya sastra.
Begitulah, betapapun karya sastra berbeda dengan filsafat, dalam semua karya sastra yang bermutu akan selalu terkandung nilai-nilai filsafat, entah menyangkut sikap dan pandangan hidup tokoh yang digambarkannya atau tema karya sastra itu sendiri. Semakin bermutu karya sastra itu, semakin mendalam pula kandungan filsafatnya. Oleh sebab itu, dalam karya sastra yang agung, nilai-nilai filsafat yang dikandungnya akan terasa lebih mendalam dan kaya. Sangat wajar jika kemudian orang mencoba mencari nilai-nilai filsafat pada karya sastra yang agung, dan bukan pada karya sastra picisan.

BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:
  1. Filsafat adalah sekumpulan sikap, pemikiran, dan kepercayaan terhadap problema-problema yang berlangsung dalam masyarakat.
  2. Sastra adalah upaya manusia untuk mengemukakan gagasannya melalui bahasa yang lahir dari pemikiran dan perasaan yang diungkapkan dalam bentuk tulisan.
  3. Hubungan sastra dan filsafat bersifat komplementer. Sastra dan filsafat bersumber pada manusia sebagai obyeknya.
B.       Saran
Semoga apa yang kami kerjakan bermanfaat bagi para pembaca dan dapat digunakan untuk pembelajaran selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, A. Chaedar. 2008. Filsafat Bahasa dan Pendidikan. Bandung: Remaja
            Rosdakarya.
Sariban. 2009. Teori dan Penerapan Penelitian Sastra. Surabaya: Lentera
            Cendikia.
Sutardi. 2011. Apresiasi Sastra: Teori, aplikasi, dan pembelajarannya.
            Lamongan: Pustaka Ilalang.
Mahayana. Maman S. 2008. Hubungan Sastra dan Filsafat. (Online),
_______. _______.  Filsafat Ibnu Sina. eBook. Diakses 29 Desember 2011.


 Penulis: 
  • Wahyu Inda Liswana
  • Akhmad Muzkkin

  • Fithrotus Sya’diyah